GridHype.ID -Tak kunjung pulang ke Tanah Air, keluarga Gen Halilintar kian jadi buah bibir.
Seperti diketahui, seluruh anggota keluarga Gen Halilintar saat ini masih menetap di Malaysia..
Kecuali Atta Halilintar dan Thariq Halilintar yangtetap tinggal di Indonesia.
Melansir dari GridHype.ID, alasan keluarga Gen Halilintar ke Malaysia diketahui untuk berobat.
Namun sampai detik ini, keluarga Gen Halilintar tak kunjung pulang ke Indonesia.
Mulai dari Atta Halilintar menikah hingga kini telah memiliki anak, mereka masih juga belum kembali ke negara asalnya.
Itu artinya, sudah dua tahun lebih, Atta dan Thariq tak bertemu dengan orang tua dan adik-adiknya.
Atta sendiri memang pernah mengatakan kalau ayahnya perlu tinggal di Malaysia untuk berobat.
Namun, ia tak secara gamblang penyakit apa yang diderita oleh sang ayah.
Hal tersebut memicu banyak dugaan miring terkait keluarga Gen Halilintar.
Banyak yang curiga kalau keluarga Atta tak kunjung pulang karena sang ayah terlibat sebuah kasus.
Sehingga ia menghindari pemeriksaan dengan kabur ke luar negeri.
Kecurigaan tersebut semakin menjadi kala terdengar kabar kalau keluarga Gen Halilintar kini akan menetap di Turki.
Hal tersebut diungkap langsung oleh Aurel Hermansyah saat dikunjungi Luna Maya.
Sementara dikutip dariGridFame.ID, terkuak masa lalu ayah Gen Halilintar, Anofial Asmid yang disebut terlibat organisasi terlarang.
Padahal sebelumnya banyak yang mengira mereka enggan kembali ke Indonesia karena permasalahan istri kedua Anofial Asmid.
Wah, seperti apa ya?
Dilansir dari berbagai sumber, saat masih berstatus Mahasiswa Fakultas Teknik Elektro Universitas Indonesia, Anofial memulai bisnis berskala kecil hingga sukses melebarkan sayap ke berbagai negara bersama istrinya.
Sebuah buku berjudul “Pengembaraan Sang Duta: Halilintar Muhammad Jundullah” pun sempat jadi perbincangan.
Dilansir dari Tribun News, buku itu adalah karya Taufik Mustafa dan merujuk buku tersebut, Eep Saefulloh Fatah, konsultan politik cum sahabat Halilintar semasa kuliah, sedikit menceritakan sosok ayah Atta itu.
“Tahun 1995, ia (Anofial Asmid) adalah seorang yang door to door menjajakan karpet, dibantu istri dan seorang temannya yang mantan pengecer koran. Ketika Oktober 2002, saya bertemu kembali dengannya, ia adalah pemimpin sebuah jaringan usaha berskala global,” tulis Eep di buku tersebut.
Berubahnya pola pikir dan cara berpakaian Anofial terjadi setelah ia berguru pada Syeikh Ashaari Muhammad At Tamimi atau yang dikenal dengan Abuya Ashaari di Malaysia.
Sejak itu juga Anofial mendapat nama baru menjadi Halilintar Muhammad Jundullah.
“Perubahannya yang penting bagi saya bukanlah perubahan gaya berpakaiannya (memakai gamis, membelitkan sorban di lingkar kepala), melainkan caranya bertutur dan topik-topik yang ia pilih dalam pembicaraan,” tutur Eep.
Syekh Ashaari atau Abuya adalah pendiri dan pemimpin Darul Arqam, sebuah organisasi keagamaan Islam yang berbasis di Malaysia.
Anofial pun sempat menjadi salah satu pengikut organisasi tersebut.
Dilansir dari berbagai sumber, pengakuannya sebagai tokoh Darul Arqam juga tercantum dalam buku "Jejak Hizbut Tahrir Indonesia" karya Pusat Data dan Analisa TEMPO.
Ia bergabung dengan organisasi tersebut pada tahun 1989 dan menjabat sebagai pimpinan Darul Arqam untuk kawasan Jakarta dan Bogor.
Hal itu membuat organisasi tersebut sempat marak juga di Indonesia.
Berpusat di Malaysia, sejak 1968, Abuya Ashaari menjaring lebih dari 100 ribu orang untuk bergabung dan tersebar di ASEAN, termasuk Indonesia.
Gerakannya berfokus pada banyak sektor, khususnya ekonomi.
Intinya, Darul Arqam menganjurkan jemaahnya untuk berbisnis sesuai syariat demi mensucikan diri kepada Tuhan dengan menyumbangkan harta.
Namun besarnya modal dan banyaknya keanggotaan Darul Arqam membuat pemerintah Malaysia menaruh curiga pada gerakan ini, baik secara akidah maupun kendaraan politik dan kekuasaan.
Mengutip tulisan Abdul Rahman Haji Abdullah dalam "Pemikiran Islam di Malaysia: sejarah dan aliran", sumber pokok penggerak Darul Arqam adalah semangat jihad atau pengorbanan jiwa dan harta di kalangan anggota atau pengikutnya.
Mereka yang memiliki penghasilan tetap harus bersedia dipotong gajinya hingga 10 persen setiap bulan, bahkan terkadang bisa lebih.
Tujuan ajarannya adalah, melalui proses pendidikan hati atau jiwa sufi, lahir sifat-sifat dermawan di kalangan mereka, sehingga orang-orang kaya menjadi 'bank' bagi yang memerlukan.
Dalam perjalanannya, ajaran Darul Arqam dianggap menyimpang lantaran Abuya Ashaari mengakui dirinya merupakan Bani Tamim atau pendamping Imam Mahdi.
Beberapa sumber menyebutkan Abuya mengaku pernah berdialog langsung dengan Nabi Muhammad SAW.
Ia meyakini gurunya, Syeikh Syuhaimi adalah Imam Mahdi, dan Ashaari adalah penerus Syuhaimi.
Darul Arqam juga dituding sempat menyiapkan dan melatih 300 pasukan berani mati di Thailand.
Atas dasar inilah, organisasi Darul Arqam resmi dilarang oleh Malaysia pada 1994, selain bertentangan dengan akidah ahli sunnah wal jamaah.
Abuya Ashaari sempat ditahan setahun, lalu berganti status menjadi tahanan rumah, pindah ke Pulau Labuan hingga akhirnya bebas murni pada 2004.
Tahun 2002, Anofial kemudian mengemban jabatan tinggi sebagai Komisaris Utama PT Cahaya Timur (perusahaan bidang rekaman kaset dan perdagangan), Komisaris Utama PT Qatrunada (travel), Chairman Hawariyun Group of Companies, dan Direktur International Rufaqa Corporation yang berpusat di Malaysia.
Dua perusahaan terakhir yang disebut merupakan 'wajah baru' Darul Arqam.
Berbeda dengan Darul Arqam yang berkonsep organisasi keagamaan serta memiliki jemaah, Hawariyun dan Rufaqa adalah perusahaan yang memang fokus pada ranah bisnis dan dakwah.
Sehingga, pegawai diklaim mendapat timbal-balik berupa upah.
"Dan jangan khawatir, Darul Arqam tak akan berdiri lagi," tuturnya.
Anofial merambah bisnis di bidang lain seperti sekolah, klinik bersalin, toko obat, puluhan outlet, studio rekaman, super market, ekspor-impor, restoran, peternakan, konsultan SDM, event organizer, kafe, desain & kontraktor, bisnis entertsainment, salon, industri rekaman, travel dan berbagai bisnis skala global.
Mereka menjalankan bisnis dengan tiga strategi yakni Bisnis Fardhu Kifayah (produk wajib yang dibutuhkan masyarakat), Bisnis Komersil, Bisnis Strategis.
Seperti yang pernah diakui Anofial dan Lenggogeni Faruk, cakupannya tak tanggung-tanggung, dari Australia, Jerman, hingga Prancis.
Di dalam negeri, ia juga melebarkan bisnis di segala sektor.
Di bidang kebudayaan, misalnya, Halilintar mendirikan grup nasyid Qatrunada dan melahirkan album rekaman.
Di bidang pendidikan, ia membangun Sekolah Cinta Tuhan, murid tak dikenakan ilmu, guru pun tidak digaji.
"Setiap gurunya pula bukan diberi insentif dengan iming-imingan gaji yang tinggi, melainkan dibawa untuk sama-sama berjuang memerankan tugas seorang duta Tuhan di bidang pendidikan, sehingga tertonjollah keindahan pengalaman syariat Tuhan di bidang pendidikan," tutur Taufik.
(*)