Hampir 2 Tahun Belajar dari Rumah, Indonesia Mendadak Didesak WHO dan UNICEF untuk Segera Lakukan Pembelajaran Tatap Muka di Sekolah, Ini Alasannya

Kamis, 23 September 2021 | 11:00
Freepik

Ilustrasi sekolah tatap muka.

GridHype.ID -Satu tahun lebih, Indonesia masih berjuang melawan pandemi virus corona atau Covid-19.

Bahkan sampai detik ini angka kasus Covid-19 di Indonesia masih terus bertambah.

Meski demikian, banyak pula masyarakat yang telah sembuh dari Covid-19.

Sementara itu, pemerintah masih membatasi kegiatan masyarakat.

Semua kegiatan saat ini masih dilakukan di rumah masing-masing.

Mulai dari ibadah, kerja, hingga sekolahdiminta untuk tetap dilakukan di rumah.

Ya, pandemi Covid-19 memang membuat semua kegiatan sosial tutup total.

Melansir dari Nakita.ID, mulai dari kegiatan rutin pemerintahan sampai dengan meminta anak-anak sekolah melalui pembelajaran jarak jauh (PJJ).

Bahkan sudah hampir 2 tahun, sejak pandemi Covid-19 pertama kali masuk ke Indonesia awal Maret 2020 anak-anak Indonesia tidak bisa bersekolah seperti biasanya.

Hal ini untuk mencegah penularan wabah Covid-19 dan mencegah terjadinya klaster baru.

Tapi baru-baru ini WHO dan UNICEF mendesak Indonesia untuk segera melaksanakan pembelajaran tatap muka (PTM) di sekolah.

Baca Juga: Usai Belikan Sang Istri Vespa Kolaborasi Christian Dior Seharga Rp 1 Miliar, Raffi Ahmad Ungkap Kekhawatiran pada Rafathar Jika Bawa Motor itu ke Sekolah

Ada beberapa alasan WHO dan UNICEF minta Indonesia segera melaksanakan sekolah tatap muka.

Bahkan di daerah dengan tingkat Covid-19 yang tinggi, WHO merekomendasikan agar sekolah tetap dibuka kembali.

Rekomendasi tersebut keluar setelah selama 18 bulan sekolah di Indonesia memberlakukan pembelajaran jarak jauh.

Adapun pembukaan sekolah harus dilakukan secara aman mengingat adanya penularan varian delta yang tinggi.

Pembukaan sekolah harus dilakukan dengan langkah-langkah untuk meminimalkan virus, seperti menerapkan langkah-langkah kesehatan masyarakat di antaranya menjaga jarak fisik setidaknya satu meter, dan mencuci tangan dengan sabun secara teratur.

"Jadi, penting bahwa ketika kami membuka sekolah, kami juga mengendalikan penularan di komunitas-komunitas itu," ujar Dr Paranietharan, Perwakilan WHO untuk Indonesia dalam keterangan tertulis sebagaimana disampaikan dalam laman resmi WHO, (16/09/2021).

WHO juga menyebut dengan protokol keamanan yang ketat, sekolah dapat menjadi lingkungan yang lebih aman bagi anak-anak daripada di luar sekolah.

Dalam keterangannya, WHO juga menyampaikan, penutupan sekolah berdampak tidak hanya pada pembelajaran siswa.

Tetapi juga pada kesehatan dan kesejahteraan di tahap perkembangan kritis anak yang dapat menimbulkan efek jangka panjang.

Baca Juga: Punya Spek Dewa yang Cocok Buat Sekolah Online, Tiga HP Murah Ini Cuma Dibanderol Rp 1 Jutaan Saja

Selain itu, anak-anak yang tidak bersekolah juga menghadapi risiko eksploitasi tambahan termasuk kekerasan fisik, emosional dan seksual.

Dalam keterangan tersebut, WHO maupun UNICEF juga menyoroti peningkatan pernikahan anak, dan kekerasan anak yang menunjukkan tingkat mengkhawatirkan.

Peradilan agama mencatat kenaikan tiga kali lipat permintaan dispensasi perkawinan, dari 23.126 pada 2019 menjadi 64.211 pada 2020.

Sementara itu, perwakilan UNICEF Debora Comini menyampaikan, sekolah bagi anak-anak lebih dari sekedar ruang kelas.

Sekolah memberikan pembelajaran, persahabatan, keamanan dan lingkungan yang sehat.

Menurutnya, semakin lama anak-anak tidak bersekolah, maka mereka tak lagi mendapatkan hal tersebut.

"Ketika pembatasan Covid-19 dilonggarkan, kita harus memprioritaskan pembukaan kembali sekolah yang aman sehingga jutaan siswa tidak menderita kerusakan seumur hidup pada pembelajaran dan potensi mereka," kata dia.

Ia mengingatkan, ketika pembukaan sekolah dilakukan, maka sekolah harus memberikan respons pemulihan yang tepat guna meminimalkan dampak penutupan sekolah jangka panjang pada kehidupan anak-anak yang terjadi selama ini.

Baca Juga: 6 Cerita Hantu yang Nyata Terjadi di Beberapa Sekolah Tanah Air, Salah Satunya Penampakan Murid dengan Seragam Berlumuran Darah

UNICEF menyerukan mengenai tiga prioritas utama yang harus dilakukan sekolah terkait pemulihan tersebut, yakni:

  1. Program yang ditargetkan untuk membawa semua anak dan remaja kembali ke sekolah dengan aman di mana mereka dapat mengakses layanan untuk memenuhi pembelajaran individu, kesehatan, kesejahteraan psikososial, dan kebutuhan lainnya.
  2. Membuat rencana penyegaran kembali pembelajaran atau remedial untuk membantu siswa mengejar pembelajaran yang hilang sambil tetap melanjutkan materi akademik baru.
  3. Dukungan bagi guru untuk mengatasi kehilangan pembelajaran, termasuk melalui teknologi digital.
UNICEF juga menyoroti, pada masa anak-anak tidak bersekolah dan pembelajaran jarak jauh (PJJ) diberlakukan, banyak anak menghadapi kendala dalam pendidikannya.

Sebuah survei yang dilakukan pada kuartal 2020 di 34 provinsi dan 247 kabupaten menunjukkan bahwa lebih dari setengah (57,3 persen) kendala internet yang memadai sulit didapatkan.

Selain itu sekitar seperempat orang tua menyebut mereka kekurangan waktu dan kapasitas untuk mendukung anak-anak melakukan PJJ.

Adapun hampir tiga dari empat mengaku khawatir ketinggalan pembelajaran.

Artikel ini telah tayang di Nakita.ID dengan judul "Pandemi Covid-19 Belum Usai, Tapi WHO dan UNICEF Minta Indonesia Segera Buka Sekolah dan Mulai Pembelajaran Tatap Muka, Ini Alasannya"

Baca Juga: Raffi Ahmad Sengaja Masukkan Rafathar ke Sekolah Bergengsi Demi Wujudkan Keinginannya Ini

(*)

Editor : Helna Estalansa

Sumber : Nakita.ID

Baca Lainnya