Biasanya Musim Kemarau, Lalu Mengapa di Bulan Juni Ini Hujan Masih Turun? Begini Penjelasan dari Lapan

Jumat, 25 Juni 2021 | 11:00
Pixbay.com

Ilustrasi hujan

GridHype.ID -Apakah di rumah kamu masih sering turun hujan?

Kalau iya, jangan panik. Sebab, beberapa wilayah di Indonesia hujan juga masih sering turun.

Karena itulah, tak sedikit yang penasaran mengapa hujan masih turun di bulan Juni.

Pasalnya, di bulan ini biasanya menjadi musim kemarau di mana cuaca terik dan panas terjadi di tanah air.

Baca Juga: Tak Ada Angin dan Hujan, Paranormal ini Bongkar Tabiat Asli Raffi Ahmad yang Dituding Berubah Drastis, Sebut Suami Nagita Slavina Bermain Api

Namun, hal tersebut tak terjadi beberapa hari terakhir ini.

Beberapa daerah justru mengalami hujan, bahkan intensitasnya juga cukup tinggi.

Bahkan karenanya, ada beberapa daerah yang mengalami banjir.

Sebenarnya apa yang terjadi dengan kondisi alam saat ini?

Kenapa di waktu kemarau, hujan lebat juga masih terjadi?

Baca Juga: Tak Ada Angin dan Hujan, Paranormal ini Bongkar Tabiat Asli Raffi Ahmad yang Dituding Berubah Drastis, Sebut Suami Nagita Slavina Bermain Api

Berikut penjelasan dari peneliti Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan):

Penjelasan Lapan

Peneliti Klimatologi dari PSTA Lapan Erma Yulihasti mengatakan, hujan yang masih sering terjadi di wilayah barat Indonesia (Jawa dan Sumatera) sejak awal Juni, terjadi karena pengaruh dinamika laut-atmosfer di Samudera Hindia.

Dia mengatakan, dinamika tersebut terlihat dari pembentukan pusat tekanan rendah, berupa pusaran angin (vorteks) di selatan ekuator, dekat pesisir barat Sumatera dan Jawa.

Menurut Erma, pembentukan vorteks yang sangat intensif di Samudera Hindia sejak awal Juni, diprediksi akan bertahan sepanjang periode musim kemarau.

"Sehingga berpotensi menimbulkan anomali musim kemarau yang cenderung basah sepanjang bulan Juli-Oktober pada tahun ini," kata Erma dikutip dari unggahan akun Instagram Lapan, Selasa (22/06/21).

Baca Juga: Tak Ada Angin dan Hujan, Paranormal ini Bongkar Tabiat Asli Raffi Ahmad yang Dituding Berubah Drastis, Sebut Suami Nagita Slavina Bermain Api

Dipole Mode negatif di Samudera Hindia

Erma mengatakan, potensi anomali musim kemarau basah itu juga diperkuat dengan prediksi pembentukan Dipole Mode negatif di Samudera Hindia.

Menurut Erma, fenomena tersebut berpotensi menimbulkan fase basah di barat Indonesia.

Dia menjelaskan, Dipole Mode itu ditandai dengan penghangatan suhu permukaan laut di Samudera Hindia dekat Sumatera.

"Sedangkan sebaliknya di wilayah dekat Afrika mengalami pendinginan suhu permukaan laut," ujar Erma.

Erma mengatakan, kondisi tersebut mengakibatkan pemusatan aktivitas awan dan hujan terjadi di Samudera Hindia sebelah barat Sumatera.

"Sehingga berdampak pada pembentukan hujan yang berkepanjangan selama musim kemarau di sebagian besar wilayah Indonesia," kata Erma.

Baca Juga: Tak Ada Angin Tak Ada Hujan, Mendadak Muncul Seorang Perempuan yang Mengaku Istri Pertama Pengacara Hotma Sitompul, Tuntut Sang Anak untuk Diakui

Sisa-sisa La Nina

Erma mengatakan, penghangatan suhu permukaan laut di Samudra Hindia sebelah barat Sumatera itu juga merupakan bagian dari feedback response terhadap kondisi di Samudera Pasifik yang saat ini mengalami La Nina.

Namun, menurut dia, saat ini La Nina semakin melemah dan cenderung menuju kondisi netral.

Erma menambahkan, Dipole Mode negatif ini diprediksi hanya berlangsung secara singkat, yaitu dua bulan, Juli-Agustus, sehingga belum memenuhi kriteria Dipole Mode yang secara ilmiah harus terjadi minimal tiga bulan berturut-turut.

Baca Juga: Beri Peringatan Dini, BMKG Umumkan Kemarau Panjang yang akan Datang, Berikut Daftar Daerahnya

Wilayah yang terdampak Kendati Dipole Mode negatif diprediksi hanya berlangsung singkat, namun eksistensi vorteks dan penghangatan suhu permukaan laut di perairan lokal Indonesia diprediksi akan terus berlangsung hingga Oktober.

"Gabungan vorteks dan anomali suhu permukaan laut lokal ini merupakan faktor pembangkit yang menyebabkan anomali musim kemarau cenderung basah pada tahun ini," kata Erma.

Fenomena anomali musim kemarau basah itu akan terjadi, terutama di wilayah Indonesia bagian selatan, meliputi Jawa hingga Nusa Tenggara Timur, dan timur laut yang meliputi wilayah Maluku, Sulawesi, dan Halmahera.

Artikel ini telah tayang di GridStar.ID dengan judul "Harusnya Musim Kemarau, Tapi Setiap Hari Masih Turun Hujan, Ini yang Terjadi Menurut Lapan"

(*)

Tag

Editor : Helna Estalansa

Sumber GridStar.ID