GridHype.ID - Baru-baru ini pemerintah Hong Kong mengeluarkan pedoman baru soal kemungkinan adanya aturan baru soal sensor film.
Aturan baru tersebut dibuat dengan dalih"menjaga keamanan nasional."
Perubahan pedoman sensor dalam Undang-undang Sensor Film kota itu berlaku mulai Jumat (11/6/2021).
Baca Juga: Aktor Veteran Hongkong Ng Man-Tat 'Paman Boboho' Tutup Usia, Didiagnosa Lantaran Gagal Jantung
Hal ini meningkatkan kekhawatiran atas kebebasan di bekas jajahan Inggris tersebut.
Dengan ini, otoritas sensor film akan memiliki kewenangan untuk: melarang film yang dianggap mempromosikan atau mengagungkan tindakan atau kegiatan, yang dapat membahayakan keamanan nasional.
Otoritas Sensor Film harus tetap "waspada terhadap penggambaran tindakan atau aktivitas apa pun, yang mungkin merupakan pelanggaran yang membahayakan keamanan nasional", kata pemerintah dalam sebuah pernyataan melansir Reuters.
“Setiap konten dari film yang secara objektif dan wajar dianggap mendukung, mempromosikan, tindakan atau aktivitas semacam itu akan disensor, sesuai dengan pedoman."
Beijing memberlakukan Undang-undang Keamanan Nasional di Hong Kong pada Juni.
Aturan itu akan menghukum apa yang secara luas didefinisikan oleh pihak pihak berwenang sebagai pemisahan diri, penghasutan, dan kolusi dengan pasukan asing.
Ancaman hukumannya adalah penjara seumur hidup.
UU baru itu diberlakukan setelah satu tahun demonstrasi pro-demokrasi yang terkadang disertai kekerasan.
Pemerintah Barat dan kelompok hak asasi manusia internasional telah menyatakan keprihatinan, bahwa Undang-undang Keamanan Nasional akan menghancurkan kebebasan di Hong Kong.
Seorang pembuat film bermarga Tang mengatakan amendemen itu akan melegitimasi tindakan keras terhadap film-film terkait protes dan menciptakan efek mengerikan pada industri film.
Dampak ke industri
AP melaporkan, Undang-undang yang diamendemen membawa Hong Kong selangkah lebih dekat ke penyensoran film di daratan China.
Pemerintah Beijing memberlakukan pemeriksaan ketat untuk tema dan adegan yang kritis terhadap kepemimpinan Partai Komunis China, atau yang tidak selaras dengan nilai-nilai yang ingin didukung oleh pemerintah Beijing.
Pada Jumat (11/6/2021), penyelenggara Fresh Wave International Short Film Festival ke-15 membatalkan pemutaran film "Far From Home," setelah tidak mendapat persetujuan dari badan sensor.
Film pendek itu bercerita tentang perpecahan politik di Hong Kong setelah protes anti-pemerintah 2019.
“Sistem sensor film ini menunjukkan bagaimana kebebasan berekspresi menghilang dari Hong Kong,” kata Anders Hammer, sutradara “Do Not Split,” sebuah film dokumenter nominasi Oscar tentang protes 2019.
“Pada 2021 kita telah melihat bagaimana situasinya semakin memburuk, di mana para aktivis dan politisi pro-demokrasi dimasukkan ke dalam penjara, didakwa di bawah undang-undang keamanan nasional baru yang kejam,” katanya.
“Dan sayangnya, sepertinya pemerintah daerah dan Beijing hanya ingin melanjutkan penghancuran hak-hak dasar demokrasi di Hong Kong ini,” katanya.
Pada Maret, penyelenggara membatalkan pemutaran film dokumenter “Inside the Red Brick Wall”, yang menggambarkan bentrokan antara pengunjuk rasa pro-demokrasi dan polisi di universitas setempat.
Tindakan itu dilakukan menyusul editorial di surat kabar pro-Beijing yang mengatakan film itu menyebarkan pesan subversi dan dapat melanggar undang-undang keamanan nasional.
Baca Juga: Buruan Pesen, Promo Tiket Murah ke Hongkong Ada yang Nggak Sampai Rp 4 Juta!
Pada Mei, lembaga sensor juga mengeluarkan peringatan kepada serikat pekerja rumah sakit.
Pasalnya mereka dituding memutar dua film yang berkaitan dengan tindakan keras terhadap pengunjuk rasa pro-demokrasi di Lapangan Tiananmen Beijing pada 1989.
Peringatan itu menyatakan bahwa pihak serikat pekerja tidak meminta persetujuan dan bahwa salah satu film belum pernah dinilai lembaga sensor.
Awal bulan ini, acara penyalaan lilin tahunan yang diadakan untuk mengenang korban penumpasan Lapangan Tiananmen dibatalkan.
Ini adalah larangan kedua dalam dua tahun berturut-turut oleh pihak berwenang Hong Kong.
Pihak berwenang juga telah meningkatkan upaya untuk merombak sistem sekolah, guna menanamkan "patriotisme" pada siswa.
(*)