Kondisi India Makin Kritis Usai Dihantam Gelombang Kedua Covid-19, WNI Ceritakan Suasana Mencekam di India, Minim Oksigen Hingga 'Lockdown'

Minggu, 02 Mei 2021 | 04:00
REUTERS/AMIT DAVE

Pasien lansia terinfeksi Covid-19 di India dibawa mobil ambulance.

GridHype.ID- Kasus penyebaran covid-19 di India semakin tak terkendali.

Melansir reuters.com, awal penyebaran covid-19 gelombang kedua saat India mencapai 314.835 kasus baru dalam sehari pada hari Kamis (22/4/2021).

Angka tersebut menjadi rekor tertinggi, mengalahkan Amerika Serikat yang memiliki297.430 kasus baru dalam sehari pada bulan Januari lalu.

Baca Juga: Kasus Covid-19 di India Kian Tak Terkendali, Pakar Jelaskan Alasan Kenapa Wabah Corona di India Bisa Jadi Ancaman Global yang Membuat Sia-sia Vaksinasi Dunia

Gelombang kedua pandemi ini membuat New Delhi berada dalam krisis, dengan sebagian besar rumah sakit penuh dan kehabisan oksigen.

Sebuah krematorium di timur Delhi bahkan membangun tumpukan kayu pemakaman di tempat parkirnya.

Sebanyak 2.104 orang tewas dalam waktu sehari, menjadikan jumlah korban kumulatif India 184.657, menurut data kementerian kesehatan.

Baca Juga: Bikin Terenyuh, Viral Video Perempuan Lukis Wajahnya Sesuai Keadaan Indonesia 2021, Mulai dari Pandemi Covid-19 Sampai Tenggelamnya KRI Nanggala 402

Kondisi ibu kota India itu pun semakin mengkhawatirkan.

Mengutip kompas.com,Mohd Agoes Aufiya, warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi mahasiswa S3 Jawaharlal Nehru University, New Delhi menceritakan kondisi mencekam di New Delhi, ibu kota India yang menjadi zona merah Covid-19.

Agoes mengatakan, salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya lonjakan kasus di New Delhi adalah mutasi kedua virus corona atau B.1.617 yang dianggap lebih cepat menular.

Baca Juga: Bukannya Dibuang Malah Dicuci dan Dipakai Lagi, Petugas Medis Kimia Farma di Medan Ketahuan Pakai Alat Swab Antigen Bekas Pakai, Polisi: Kami Temukan Ratusan...

"Ya tentu saja ini begitu mencekam, salah satu faktor yang menjadi poin penting mengapa kasus ini meningkat drastis adalah terkait double mutan atau mutasi kedua, yang bagi para ahli di India disebut dengan B.1.617 ini lebih cepat menyebar," kata Agoes dalam program Rosi di Kompas TV, Kamis (29/4/2021).

Tak hanya itu, Agoes mengatakan, faktor lain yang menyebabkan lonjakan kasus Covid-19 di India yakni masyarakat terlalu euforia karena cakupan vaksinasi di negara tersebut sudah mencapai 51 persen.

Mayoritas masyarakat mulai melonggarkan penerapan protokol kesehatan seperti menggelar acara pernikahan, ritual Kumbh Mela di sungai Gangga, dan kampanye politik.

Baca Juga: Korban Jiwa Akibat Covid-19 Sentuh 117 Kematian Perjam, Warga India Nekat Gotong Royong Tebang Pohon-pohon di Taman untuk Kremasi

"Ada ratusan jutaan orang mandi di sungai Gangga, dan saya pikir ada rasa merasa menang ketika gelombang satu sudah selesai," ujar dia.

Menurut Agoes, akibat dari kelalaian masyarakat tersebut, penularan Covid-19 semakin cepat dan berdampak pada penuhnya kapasitas rumah sakit dan krisis oksigen.

Hingga saat ini, kata Agoes, Pemerintah Kota New Delhi menerapkan lockdown hingga 3 Mei karena kota tersebut dianggap sebagai episentrum.

Baca Juga: Alami Lonjakan Kasus Positif Covid-19 Hingga 314 Ribu per Hari, Ratusan WN India Malah 'Kabur' ke Indonesia, Ahli Epidemiolog Minta Negara Antisipasi Skenario Terburuk

"Kita semua di New Delhi sekarang lockdown sampai 3 Mei dan memang kita sekarang adalah episentrum," ucap dia.

Agoes mengaku hanya berani keluar rumah apabila ingin membeli kebutuhan mendesak dan selalu menerapkan protokol kesehatan.

Ia juga mengatakan, WNI di India belum mendapatkan vaksinasi Covid-19.

Baca Juga: Agar Lebih Tepat Sasaran, Kemensos Luncurkan 'New DTKS' untuk Cek Penerima Bansos 2021, Yuk Ikuti Langkah-langkah Berikut!

Namun, Pemerintah India sudah merencanakan pelayanan vaksinasi secara gratis dalam waktu dekat.

"Saya belum divaksin, kita akan mulai vaksin kurang lebih 2 hari lagi dan pemerintah New Delhi sudah menyatakan akan gratis," kata dia.

(*)

Editor : Ngesti Sekar Dewi

Sumber : Kompas.com, Reuters

Baca Lainnya