GridHype.ID- Seperti yang diketahui, pengusaha yang masuk dalam daftar orang terkaya di Indonesia adalah usaharokok.
Padahal rokok sendiriberdampak burukbagi kesehatan dan dapat menyebabkan berbagai penyakit.
Hal ini ternyata sempat disinggung oleh Wakil Presiden ke-10 dan 12, Jusuf Kalla.
Ya,Jusuf Kalla mengakui bukan industri teknologi maupun energi yang menjadi bisnis potensial di negara ini, melainkan rokok.
Perkembangan industri rokok di tanah air memang masih sangat menjanjikan dibandingkan industri lainnya.
Bahkan, pengusaha produk satu ini berada di urutan paling atas orang terkaya di Indonesia.
Namun, bisnis rokok, menurutnya tidak mendorong pembangunan ekonomi berkelanjutan.
"Di Indonesia, paling beda dengan negara-negara lain di dunia ini."
"Orang terkaya nomor satu, dua, dan tiga itu pengusaha rokok," ujar Jusuf Kalla, dalam agenda International Virtual Conference yang digelar INDEF, Rabu (9/12/2020).
Baca Juga: Hobi Gambar, Ariel NOAH Pernah Buka Jasa Gambar Jaman SMA, Ongkosnya Sebungkus Rokok
Ia pun merasa bersalah tidak mampu melakukan intervensi pada kebijakan rokok ini, saat menjabat sebagai orang nomor 2 di Indonesia.
Dirinya tidak bisa menekan angka konsumsi terhadap produk satu ini.
"Jadi, kita ini kesempatan untuk mengubah struktur ekonomi kita."
"Saya ikut bersalah sebetulnya dua kali jadi Wapres."
"Walaupun dua kali kabinet itu berusaha mengupayakan agar rokok dikurangi, enggak jadi dinaikkan, ternyata enggak terlalu berhasil," jelas Jusuf Kalla.
Baca Juga: Bisa Picu Penyakit Mematikan, Rupanya Satu Obat Nyamuk Bakar Setara dengan 75 Batang Rokok
Terlebih, tantangan untuk menekan penyebaran rokok ini juga berasal dari pemerintahan.
"Karena banyak juga pendukungnya, termasuk dalam pemerintahan," tutur Jusuf Kalla.
Oleh karena itu, Jusuf Kalla menilai hal ini harus menjadi catatan penting bagi pemerintah untuk melihat rokok bukan merupakan solusi pembangunan ekonomi berkelanjutan.
Ia menekankan, jika pengusaha rokok yang selalu berada di urutan tertinggi terkait pendapatan, maka ekonomi Indonesia diprediksi tidak akan mengalami keberkelanjutan.
Baca Juga: Lima Penyebab Rambut Beruban Usia Muda, Asap Rokok Jadi Salah Penyebabnya
"Jadi, ini masalah yang harus kita hadapi dan kita akan hadapi."
"Karena pasti kalau pengusaha rokok yang terus (di urutan) 1,2, dan 3 pasti enggak sustainable ekonomi kita," tegas Jusuf Kalla.
Ia pun membeberkan perbedaan 'bisnis menjanjikan' yang ada di Indonesia dengan negara lainnya di dunia.
Rata-rata, kondisi ekonomi di negara maju ditopang bisnis di bidang teknologi.
Dominasi teknologi dunia, saat ini dikuasai oleh negara-negara maju seperti Amerika Serikat (AS), Jepang, dan Korea Selatan (Korsel).
"Keadaan ekonomi kita sangat berbeda dibanding negara lain, ekonomi Amerika perusahaan paling maju sekarang IT."
"Dulu tahun 60-70, perusahaan raksasa paling kaya minyak Chevron, Exxon, dan sebagainya."
"Di Jepang bankir Softbank atau perusahaan lainnya, Korea Selatan IT juga Samsung," tutur Jusuf Kalla.
Sedangkan di India, orang terkaya di sana memiliki perusahaan yang bergerak di bidang energi.
"Sementara India, orang paling kaya di energi," papar Jusuf Kalla.
Lalu Jusuf Kalla pun menyebut orang terkaya di Indonesia justru mereka yang berfokus pada bisnis rokok, bukan teknologi maupun energi.
Menurutnya, potensi bisnis di negara ini malah cenderung ke arah yang menimbulkan dampak buruk.
Ia juga menyebut 'nyali' orang Indonesia sangat besar, karena bukan rahasia rokok memiliki risiko buruk bagi kesehatan, namun nyatanya tetap banyak diminati.
Baca Juga: Cuma Lakukan 8 Cara Sederhana Ini, Dijamin Penampilanmu Terlihat Lebih Menarik dan Awet Muda
"Berarti orang Indonesia berani-berani, meski dibungkusnya ditulis dapat menyebabkan kanker, kematian, tetap saja rokok maju."
"Jadi orang Indonesia berani, walau diancam kanker, dia enggak peduli."
"Sehingga orang paling kaya (posisi) 1,2,3 itu pengusaha rokok, di mana di dunia ini yang kayak gitu? Enggak ada," beber Jusuf Kalla.
Sementara, berdasarkan hasil survei, kebanyakan perokok tidak percaya merokok rentan tertular Covid-19.
Hasil survei perokok tak percaya perilaku merokok rentan tertular Virus Corona tersebut, merupakan survei dari Komite Nasional Pengendalian Tembakau.
Baca Juga: Kamu Perokok Aktif? Mulai Rutin Minum Air Rendaman Kunyit, Bisa Turunkan Risiko Penyakit Paru-paru
Alhasil, survei membuktikan, ada 63,6 persen responden perokok tidak percaya jika perokok rentan tertular Virus Corona.
"Sebanyak 63,6 persen responden perokok tidak percaya perokok lebih rentan tertular Covid-19."
"Dan mayoritas dari mereka tidak percaya merokok akan memperparah gejala Covid-19," kata peneliti utama survei Komnas Pengendalian Tembakau Krisna Puji Rahmayanti, saat peluncuran hasil survei yang diliput secara daring dari Jakarta, Selasa (15/9/2020).
Survei ini dilakukan terhadap 612 responden dari berbagai daerah di Indonesia selama 15 Mei 2020 hingga 15 Juni 2020, atau tiga bulan setelah status darurat corona pada akhir Februari 2020.
Berbeda dari responden perokok aktif, responden yang bukan perokok atau mantan perokok ternyata percaya bahwa merokok dapat menyebabkan seseorang mudah tertular Covid-19.
Sebanyak 84,1 persen responden yang bukan perokok atau mantan perokok percaya bahwa perokok lebih rentan tertular Covid-19.
Bahkan, 87,2 persen dari mereka percaya bahwa merokok dapat membuat gejala Covid-19 lebih parah apabila tertular.
Karena itu, Komnas Pengendalian Tembakau menyampaikan sejumlah saran kepada pemerintah berkaitan dengan perilaku merokok dan pembelanjaan rokok di masyarakat.
Antara lain melakukan edukasi rumah bebas asap rokok, perluasan kawasan tanpa rokok disertai edukasi tentang bahaya rokok, dan pembatasan akses pembelian rokok.
Baca Juga: Kapan Pandemi Covid-19 Ini Berakhir? Jusuf Kalla: Butuh Waktu hingga 2022 bagi Indonesia
Komnas Pengendalian Tembakau memberikan saran guna tingkatkan edukasi berhenti merokok, dan sediakan layanan berhenti merokok pada layanan kesehatan tingkat pertama.
Selain itu, meningkatkan ukuran peringatan kesehatan bergambar pada kemasan rokok sesuai dengan peta jalan pengendalian tembakau.
Selain itu, pengendalian konsumsi rokok perlu dimasukkan dalam pedoman penanganan Covid-19 oleh seluruh satuan tugas di pusat maupun di daerah serta cukai rokok dinaikkan untuk mendorong kenaikan harga rokok.
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Pengusaha Rokok Jadi yang Terkaya, Jusuf Kalla: Orang Indonesia Berani, Diancam Kanker Enggak Peduli
(*)