Gridhype.id-Pada awal Desember ini, Komisi Narkotika PBB (CND) melakukan pemungutan suara terkait legitimasi ganja dalam dunia medis.
Berdasarkan hasil pemungutan suara tersebut, PBB akhirnya pun memutuskan untuk menghapus ganja dari daftar obat-obatan berbahaya pada Rabu (3/12/2020).
Keputusan ini juga dianggap sejalan dengan adanya temuan dan riset yang menyatakan jika ganja memiliki efek terapeutik.
Baca Juga: Tak Bisa Bendung Air Mata, Dwi Sasono Tampak Emosional saat Dinyatakan Bebas dari Rehabilitasi
Sebelum dilakukan pemungutan suara pada awal Desember ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memberikan enam rekomendasi pada 2019 untuk meninjau ulang ganja beserta turunannya yang diatur dalam The 1961 Single Convention on Narcotic Drugs.
Melansir Forbes (27/10/2020), adanya rekomendasi untuk meninjau ganja tersebut kemudian direspons dengan melakukan pertemuan di Wina, Austria pada awal Oktober 2020.
Terdapat perbedaan tipis dari hasil voting yang dilakukan PBB, yaitu 27/25.
Baca Juga: Syaima Salsabila Teman Awkarin Konsumsi Narkoba Lantaran Depresi dan Sulit Tidur: Saya Menyesal
Para pendukung penghapusan ganja dari daftar obat terlarang berasal dari Amerika Serikat dan Eropa.
Negara-negara yang menolak ganja dijadikan sebagai obat medis adalah Cina, Mesir, Pakistan, Nigeria, dan Rusia.
Negara yang melakukan penolakan ini memiliki kekhawatiran terhadap bahaya dan penyalahgunaan fungsi ganja sebagai obat.
Hasil voting yang dilakukan PBB ini menjadi ujung tombak bagi berbagai negara untuk lebih banyak melakukan penelitian dan meninjau ulang mengenai regulasi terkait ganja yang berhubungan dengan fungsi medis.
Mengutip New York Times (2/12/2020), Wakil Presiden di Canopy Growth (sebuah perusahaan ganja Kanada), Dirk Heitepriem mengungapkan bahwa hasil voting adalah sebuah langkah yang besar.
Ia berharap bahwa keputusan tersebut dapat mendorong negara-negara lain untuk mempermudah pasien mengakses obat, khususnya ganja.
PBB yang sudah menganggap ganja sebagai obat akan berdampak besar pada industri ganja dunia.
Industri ganja
Bahkan, industri ganja diproyeksikan dapat mencapai lebih dari 75 miliar dolar AS pada tahun 2026.
Sejauh ini, beberapa negara yang melegalkan ganja banyak menggunakan turunannya seperti Cannabidiol (CBD) dan nonintoxicating dalam industri kesehatan.
Dari sejumlah penelitian, CBD dapat digunakan untuk mengatasi berbagai penyakit. Mulai dari gangguan kecemasan, epilepsi, hingga skizofrenia.
Walaupun ganja sudah tidak dikategorikan sebagai obat terlarang, para ahli tetap menekankan pentingnya kontrol global terhadap penggunaan ganja.
Selain itu, tiap-tiap negara masih dapat membuat regulasi yang sesuai dengan kebutuhannya.
Baca Juga: Pernah Dengar Binatang Wabar? Yuk Cari Tahu Hewan Mungil Asal Arab Saudi Ini
Bagaimana dengan Indoensia?
Terkait keputusan PBB yang menghapus ganja dari daftar obat berbahaya, pemerintah Indonesia juga diminta untuk mulai mempertimbangkan penggunaan ganja untuk keperluan medis.
"Atas dasar perkembangan baik dari dunia internasional ini, Koalisi Advokasi Narkotika untuk Kesehatan menyerukan agar pemerintah Indonesia juga mulai terbuka dengan potensi pemanfaatan ganja medis di dalam negeri," ungkap Koalisi Advokasi Narkotika untuk Kesehatan dalam keterangan tertulis, Kamis (3/12).
Koalisi Narkotika meminta pemerintah untuk mulai menindaklanjuti perkembangan isu di ranah internasional ini dengan menerbitkan regulasi yang memungkinkan ganja digunakan untuk kepentingan medis.
"Kesempatan ini harus menjadi momentum bagi pemerintah untuk merombak kebijakan narkotika yang berbasiskan bukti (evidence-based policy)," tambah mereka.
(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sah, PBB Hapus Ganja dari Daftar Obat Berbahaya"