GridHype.ID - Anies Baswedan, selakuGubernur DKI Jakarta memutuskan untuk menarik rem daruratpenerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Hal ini dilakukan mengingat angka infeksi virus corona di DKI Jakarta yang masih saja terus meningkat.
Dengan demikian, penerapan PSBB transisi di Jakarta pun dicabut dan PSBB total kembali diterapkan pada Senin, 14 September mendatang.
Kebijakanini diambil dengan mempertimbangkan sejumlah faktor seperti ketersediaan tempat tidur rumah sakit yang hampir penuh dan tingkat kematian yang tinggi.
"Tidak ada banyak pilihan bagi Jakarta kecuali untuk menarik rem darurat sesegera mungkin," kata Anies dalam konferensi pers yang disiarkan di kanal Youtube Pemprov DKI, Rabu (9/9/2020).
Persiapan dan kolaborasi daerah penyangga
Menanggapi keputusan ini, epidemiolog Indonesia di Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan, potensi kolapsnya fasilitas kesehatan seperti rumah sakit rujukan memang menjadi indikator yang kuat sebagai alasan rem darurat yang diambil Anies.
"Beberapa hari terakhir, sudah 70 persen. Apalagi kalau mendekati 90 persen, di atas 80 persen sudah sangat rawan dan sangat serius apalagi 90 persen," katanya saat dihubungi Kompas.com, Rabu (9/9/2020) malam.
PSBB total menjadi pilihan yang dilakukan sebagai rem darurat ini.
Namun, Dicky mengingatkan, belajar dari PSBB sebelumnya, kebijakan ini harus dipersiapkan sangat matang.
"Saya melihat 1-2 minggu perlu persiapan, jangan dipaksakan cepat sebelum siap, kecuali memang indikator di fasilitas RS sudah di atas atau mendekati 90 persen," ujarnya.
Menurut Dicky, PSBB perlu kesiapan dari sisi lintas sektor.
Kemudian, juga kesiapan masyarakat agar semua pihak memiliki pemahaman yang sama dan mengetahui peran aktif masing-masing sehingga PSBB dapat berjalan efektif.
Pasalnya, perlu diingat, PSBB memiliki konsekuensi finansial dan sosial yang tinggi.
"Semua celah potensi pengurangan efektivitas seperti kurangnya sinergitas kolaborasi harus dicegah. Ini yang harus dilakukan," tuturnya.
Pergerakan orang di Jakarta juga dipengaruhi oleh daerah penyangga di sekitarnya.
Oleh karena itu, menurut Dicky, PSBB akan menjadi sangat optimal dan efektif jika dilakukan serentak dengan daerah-daerah penyangga.
"Kecuali selama PSBB maupun setelah PSBB, akan ada screening ketat bagi orang yang masuk Jakarta. Jika tidak, maka akan sulit dan pemulihan atau dampak PSBB tidak akan bertahan lama," lanjut Dicky.
Strategi testing sebagai yang utama
Selain itu, Dicky menegaskan, strategi pengendalian pandemi yang utama, yaitu testing, tracing, dan isolasi karantina harus terus dilakukan.
"Ini adalah andalan utama, PSBB sifatnya sebagai strategi tambahan untuk optimalisasi pelaksanaan strategi utama," katanya.
Oleh karena itu, sebagai strategi tambahan, harus dipastikan dulu kesiapan dan optimalisasi dari strategi utama, sehingga PSBB akan berfungsi efektif dalam mendukung strategi utama.
Dengan demikian, saat orang-orang sudah banyak berdiam di rumah, kegiatan tracing atau pelacakan kasus dapat dilakukan lebih leluasa tanpa potensi lebih besar terkait penyebaran akibat mobilisasi ataupun pergerakan manusia.
Baca Juga: Digadang Bakal Segera Menikah, Krisdayanti Mengaku Belum Kenal Sosok Atta Halilintar
"Ini yang harus dimanfaatkan betul selama PSBB, dilakukan strategi testing pada sasaran yang dituju, tracing dilakukan seoptimal mungkin. Selain isolasi karantina yang terpusat, ini yang jangan sampai dilupakan," jelasnya lagi.
Dicky juga mengatakan, selama PSBB, capaian positive rate harus ditargetkan berada di bawah 5 persen.
"Testing yang terus dilakukan bukannya justru menurun, vakum, atau berhenti. Ini yang harus terus ditingkatkan, termasuk isolasi dan karantina," pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul DKI Kembali PSBB Total, Epidemiolog: Perlu Persiapan Matang dan Kolaborasi dengan Daerah Penyangga
(*)