Dari Film Tilik hingga Karakter Bu Tejo Viral dan Sukses Curi Perhatian Publik, Sosiolog Ini Angkat Bicara Beberkan Alasannya

Jumat, 21 Agustus 2020 | 17:00
Instagram.com/RavacanaFilms

Film Tilik, kisah ibu-ibu menjenguk Bu Lurah dengan naik truk. Bolehkan mobil bak terbuka untuk angkut penumpang?

GridHype.ID - Belakangan ini film pendek karya anak bangsa berjudul Tilik menjadi perbincangan di sosial media.

Salah satu karakter dalam film tersebut, Bu Tedjo bahkan menjaditrending topic di Twitter, Jumat (21/8/2020).

Menurut bahasa Jawa, Tilik sendiri berarti menjenguk orang sakit.

Film karya Wahyu Agung Prasetyo itu bercerita tentang kisah rombongan ibu-ibu yang menempuh perjalanan dengan truk untuk menjenguk Ibu Lurah yang sedang sakit di rumah sakit.

Baca Juga: Perannya Jadi Bu Tejo di Film Pendek Tilik Sukses Curi Perhatian Publik, Siti Fauziah Malah Ngaku Khawatir, Kenapa?

Sepanjang perjalanan, para ibu-ibu berceloteh dan bergosip ria.

Salah satunya mengenai Dian, seorang kembang desa yang belum kunjung menikah.

Lalu mengapa film itu bisa viral atau menjadi trending?

Sosiolog dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Drajat Tri Kartono mencoba melihatnya dari sudut pandang sosiologi.

Baca Juga: Blunder! Permasalahkan Kata Ini Seolah Sindir Rizky Billar, Calon Mantu Iis Dahlia Diserang Puluhan Public Figure dari Uus Sampai Nikita Mirzani

Dia menjelaskan, di Sosiologi karya seni seperti film, lukisan, drama, dan sebagainya merupakan sebuah refleksi dari kehidupan sehari-hari.

Drajat mengatakan ada film yang merefleksikan kehidupan sehari-hari di masa mendatang, masa sekarang, dan masa lalu.

Menurutnya, film Tilik jarak refleksinya antara penggambaran kehidupan sehari-hari dengan masa sekarang dekat sekali.

"Jadi yang pertama film itu viral karena film itu mampu menampilkan sebuah realitas kehidupan perempuan kelas menengah ke bawah dengan segala macam corak dan isinya itu sangat dekat," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Kamis (20/8/2020).

Baca Juga: Kekayaannya Bak Tak Habis 7 Turunan, Cicit Pahlawan Aceh Cut Nyak Meutia Ini Miliki Hunian dengan Fasilitas Lengkap Mulai dari Parkir Pesawat hingga Lapangan Golf

Dia melanjutkan, film itu menggambarkan perempuan yang memiliki solidaritas mekanik di kelas menengah ke bawah.

Drajat menjelaskan solidaritas mekanik adalah solidaritas yang muncul pada masyarakat ketika berkumpul.

Mereka berkumpul karena perasaan. Mereka, imbuhnya diikat oleh kesadaran kolektif serta belum mengenal adanya pembagian kerja antar anggota kelompok.

"Maka dari itu, ketika di truk para ibu-ibu bebas bercerita tentang bermacam-macam hal," jelas dia.

Baca Juga: Nagita Slavina Ungkap Masa Lalu Kelam Saat Pacaran dengan Pria Posesif Selama 5 Tahun, Hingga Sempat Diancam Bunuh Diri!

Kaum Dominan

Selain itu, menurut Drajat film itu viral karena merepresentasikan perempuan sebagai kaum dominan. Biasanya perempuan digambarkan sebagai kanca wingking.

Akan tetapi di film itu diungkap bahwa sebenarnya perempuan atau ibu-ibu lebih dominan dibanding laki-laki. Hal itu menurutnya, seperti yang biasa terjadi di Jawa.

"Sebenarnya mereka dominan di dalam kehidupan sehari-harinya, bahkan polisi bisa dibentak-bentak dan akhirnya polisinya menyerah itu kan menunjukkan perempuan-perempuan menengah ke bawah itu dominan," katanya.

Baca Juga: Nyatakan Hubungannya dengan Rizky Billar Hanya Sebatas Teman, Lesty Kejora Ternyata Sudah Hafal Kebiasaan Buruk Artis Peran Itu, Hingga Buat Rossa Terbelalak Terkejut

Berbeda dengan perempuan di kalangan menengah ke atas, terutama yang suaminya bekerja, menurutnya, perempuan-perempuan itu cenderung tunduk pada suami.

"Film itu bener-bener menunjukkan kehidupan sehari-hari makanya cepat viral cepet diterima," tambah Drajat.

Film lain yang menggambarkan tentang kehidupan sehari-hari adalah film karya Rano Karno, Si Doel. Menurut Drajat film itu juga mudah diterima masyarakat.

Tapi ada juga film yang menggambarkan kehidupan sehari-hari yang tidak mudah diterima masyarakat. Misalnya seperti Kucumbu Tubuh Indahku, karya Garin.

Baca Juga: Pilih Hidup Membujang dengan 9 Koleksi Boneka Seksnya, Profesor 62 Tahun ini Justru Berakhir di Kantor Polisi

Karakter Kuat

tangkapan layar Ravacana Films

Bu Tejo, sosok yang viral di film 'Tilik'

Menurutnya, orang-orang masih perlu menerka atau menafsirkan ketika menonton film itu. Sementara itu pada film Tilik orang-orang tak perlu menafsirkan lagi.

Alurnya juga maju, tidak flash back, sehingga menurutnya bisa langsung dicerna.

Penggambaran tokoh di film Tilik menurut Drajat juga bagus. Tokoh Bu Tedjo kuat. Seperti ibu-ibu pada umumnya di Indonesia.

Baca Juga: Dikenal Miliki Banyak Hewan Peliharaan Tak Biasa, Irfan Hakim Blak-blakan Ungkap Biaya Perawatan Hewannya Melebihi Jatah untuk Istrinya, Berapa Ya?

Saat disinggung apakah film-film semacam Tilik perlu diperbanyak, Drajat mengatakan jika memang hendak diperbanyak sebaiknya disesuaikan konteksnya.

Film itu sebenarnya mulai dirilis 2018. Tapi ketika baru viral sekarang, orang-orang akan memiliki konteks berbeda.

"Seperti contohnya, kenapa kok enggak pakai masker? Memang untuk mereproduksi film akan tergantung dengan konteks zaman yang berkembang, karena setiap film itu akan ditangkap oleh zaman sekarang," kata Drajat.

Baca Juga: Bukannya Menyehatkan, 7 Sayuran ini Justru Bisa Berbahaya Jika Kita Konsumsi Setiap Hari

Hal lainnya seperti ibu-ibu yang menggunakan truk sebagai kendaraan untuk menjenguk. "Pada orang-orang yang hidup saat itu lumrah.

Tapi untuk saat ini terutama di perkotaan, sudah jarang ditemui hal seperti itu," imbuhnya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Mengapa Film Tilik dan Karakter Bu Tedjo Bisa Viral?

(*)

Tag

Editor : Linda Fitria

Sumber KOMPAS.com