Disebut Konspirasi, Tim Komunikasi Publik Satgas Covid-19 Angkat Bicara, Tak Ada Satu Institusi yang Sengaja Sebarkan Pandemi

Rabu, 05 Agustus 2020 | 10:30
iStock

Bak Petir di Siang Bolong, Lewati 100.000 Kasus Covid-19, Wabah Virus Corona di Indonesia Sulit Diprediksi Kapan Puncak Pandemi Terjadi!

GridHype.ID - Sejak 100 tahun lalu, pandemi flu terjadi di Spanyol.

Wabah flu Spanyol yang terjadi pada tahun 1918 ini menjadi musibah paling parah ketika itu.

Sepanjang pandemi flu Spanyol melanda, tak pernah ada bukti bahwa wabah tersebut karena konspirasi.

Sejarah juga menunjukkan bahwa pandemi justru memiliki rentang waktu tertentu saat terjadi.

Baca Juga: Akibat Kekeringan, Kota Berusia 300 Tahun yang Hilang Sejak 1970 Kembali Muncul dan Gegerkan Warga Filipina

Khusus pandemi Covid-19, ini rentang waktunya adalah 20 tahun sejak terakhir pandemi flu terjadi pada 2009, yakni flu babi yang disebabkan virus influenza A subtipe H1N1.

Tak ada Konspirasi

Tim Komunikasi Publik Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Arie Rukmantara menyatakan, sepanjang sejarah pandemi yang pernah ada di dunia, tidak ada satu pun organisasi atau individu yang sengaja menyebarkan pandemi.

Catatan sejarah tersebut juga sekaligus menampik tudingan sebagian orang tentang pandemi Covid-19 yang merupakan konspirasi atau propaganda pihak-pihak tertentu.

Baca Juga: Terdengar Asing, Daun Salam yang Dibakar Bisa Jadi Obat Luar Biasa Bagi Tubuh

"Sepanjang sejarah, dari mulai pandemi ditemukan tahun 1500-an sampai sekarang, belum ada satu organisasi atau satu orang yang konsisten secara terus-menerus (dalam) 100 tahun kerjaannya ingin menyebarkan pandemi," ujar Arie yang juga penulis buku sejarah pandemi berjudul Yang Terlupakan: Pandemi Influenza 1918 di Hindia Belanda dalam konferensi pers di BNPB, Senin (3/8/2020).

Ia mengatakan, fakta tersebut juga terekam dalam buku-buku sejarah lainnya yang tidak berkaitan dengan adanya wabah atau pandemi.

Salah satunya adalah buku biografi Slamet Iman Santoso berjudul Warna Warni Pengalaman Hidup Slamet Iman Santoso yang memuat cerita tentang tukang kain kafan yang ramai, tetapi harus menutup tokonya sehingga dibuka dengan paksaan polisi.

Baca Juga: Buntut Panjang Konten Video Soal Penemuan Obat Covid-19, Anji dan Hadi Pranoto Resmi Dilaporkan ke Polisi

Bukti lainnya adalah wawancaranya langsung ke ketua adat di Tana Toraja, Sulawesi Selatan, saat menulis buku Yang Terlupakan: Pandemi Influenza 1918 di Hindia Belanda.

Ketua adat di Tana Toraja bisa menggambarkan pernah ada pandemi, dengan bukti adanya jenazah korban wabah atau pandemi yang dibiarkan berserakan.

Jasad-jasad tersebut tidak disimpan di lubang-lubang goa sebagaimana tradisi daerah tersebut.

Rentang waktu dan sporadis

Sejarah juga mencatat adanya rentang waktu terjadinya pandemi flu selama 11 hingga 50 tahun sekali.

Baca Juga: Tak Disangka, Krisdayanti Pernah Selidiki Atta Halilintar Sampai Singgung Soal Keseriusannya

Dalam teori di kesehatan hewan, kata dia, setiap 18 bulan bisa ditemukan penyakit-penyakit baru.

Selama pandemi Covid-19 ini pun, sudah banyak ditemukan penyakit baru.

"Dari tahun 1700 ada interval kelihatan paling tidak 50 tahun sekali atau 11 tahun sekali, kita ketemu pandemi flu," kata Arie. Ia mencontohkan, pandemi flu yang terjadi pada tahun 1957-1968, termasuk pada tahun 1918 yang paling luar biasa karena menewaskan puluhan juta orang.

Kemudian, kata dia, terjadi lagi dalam 41 tahun di interval waktu tersebut, yakni antara 1968-2009 hingga 11 tahun kemudian, yakni tahun 2020 terjadi lagi pandemi Covid-19 yang saat ini berlangsung.

Baca Juga: Bucin! Amanda Manopo Ngaku Nyatakan Cinta Duluan hingga Akui Tak Masalah Jika Ditinggal Billy Syahputra Demi Wanita Lain

Namun, dalam rentang waktu 11 tahun tersebut, sebenarnya juga terjadi pandemi-pandemi lain, seperti Ebola di Afrika pada tahun 2014 dan MERS-CoV di Arab Saudi pada 2012.

Pengulangan pandemi ini pula, kata Arie, yang menyebabkan sulit untuk menemukan kelompok orang yang berkonspirasi menyebarkan virus-virus penyebab pandemi.

"Jadi sebenarnya pandemi itu berulang. Ini yang agak sulit mencari atau menemukan orang yang konsisten dari tahun 1700 sampai 2020 melakukan konspirasi, menaruh virus di mana-mana di seluruh dunia. Arsip kita tidak menangkap ada satu aktor atau satu kelompok, semuanya sporadis," ujar Arie.

Kemunculannya pun bisa terjadi di mana saja, seperti di Mesir, Yunani, Asia Selatan, Asia Tenggara, dan di bagian dunia lainnya.

Baca Juga: Viral Video yang Klaim Pewangi Pakaian Bisa Bunuh Virus Corona, Benarkah?

Kebijakan tegas Covid-19

Arie mengatakan, harus ada sanksi tegas kepada masyarakat yang melanggar peraturan pencegahan penyakit saat pandemi terjadi.

Menurut Arie, pernyataan ini juga berkaca dari sejarah, yaitu pandemi flu yang terjadi pada 1918.

Wabah flu tersebut juga menyebar di Indonesia yang kala itu bernama Hindia Belanda.

Adanya sanksi, kata dia, sebagai salah satu cara agar korban pandemi tidak berjatuhan semakin banyak.

Baca Juga: Sebelum Janur Kuning Melengkung, Ahli Tarot Peringatkan Lesty Kejora agar Tak Gegabah Ambil Keputusan Menikah dengan Rizky Billar : Saya sih Sangsi!

Saat itu, Arie mengatakan, Komisi Antiflu di Hindia-Belanda dibentuk untuk menangani pandemi flu. Setidaknya ada sejumlah kebijakan tegas yang dikeluarkan.

"Pertama mengatur karantina, sosialisasi dengan meningkatkan pengetahuan masyarakat (tentang pandemi), peraturan, dan sanksi," kata Arie. Dia melanjutkan, pemerintah saat itu setelah melakukan rekayasa keluar masuk orang, kemudian melakukan edukasi.

"Masyarakat diedukasi, perlu ada sanksi baik kepada petugas ataupun masyarakat yang melanggar. Kan sudah dikasih tahu jaga jarak, stay home, pakai masker, dan kalau sakit harus berobat," ucap Arie.

Ia mengatakan, badan yang mengatur koordinasi antar-lembaga selama pandemi sangat dibutuhkan. Sebab, pandemi tidak hanya urusan kesehatan.

Baca Juga: Sesumbar Bakal Bawa Orangtua Temui Lesty Kejora, Gelagat Rizky Billar Dikuliti Habis oleh Pakar Mikro Ekspresi Sampai Singgung Keraguan

Beberapa hal lainnya adalah urusan pelabuhan yang terkait dengan keluar masuk orang, urusan masyarakat yang menerangkan kepada masyarakat tentang apa yang harus dilakukan, termasuk urusan peraturan. Hal itulah yang dilakukan Komisi Antiflu saat pandemi tersebut terjadi tahun 1918.

"Perlunya badan yang mengatur koordinasi ini karena tidak boleh (pandemi) jadi tanggung jawab satu orang atau lembaga, karena yang paling pertama muncul adalah kepanikan masyarakat," kata dia.

"Terus nanti (masyarakat) cari informasi, kalau informasinya salah jadi ketidakpatuhan, pengabaian. Diulang-ulang oleh sejarawan pandemi, pesan-pesan pencegahan sering dilupakan dari mereka yang panik ke mengacuhkan," ucap dia.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Berkaca dari Sejarah Pandemi Flu: Tak Ada Konspirasi, Miliki Rentang Waktu, dan Butuh Kebijakan Tegas

(*)

Editor : Nailul Iffah

Sumber : Kompas.com

Baca Lainnya