GridHype.ID - Ada saja budaya asli Indonesia yang terkadang terdengar tak masuk akal.
Salah satunnya adalah sebuah tradisi di pulau dewata.
Masyarakat Bali yang terkenal akan tradisi dan adat yang kental, rupanya memiliki ketakutan akan kelahiran anak kembar buncing.
Dalam adat istiadat Bali, kembar buncing atau manak salah mendapat sanksi pengasingan di kuburan.
Kenyataannya hal tersebut merupakan bentuk diskriminasi oleh kalangan raja terhadap rakyat kecil.
Sayangnya, beberapa desa adat masih menerapkan sistem manak salah ini.
Inilah sebabnya agama Hindu mulai banyak ditinggalkan, karena dianggap tidak rasional
Tokoh Hindu dunia, Mohandas Gandhi pun pernah mengatakan, ” jika seribu Weda mengatakan api itu dingin, jangan dipercaya,’’.
Itu artinya harus ada pembuktian terlebih dahulu.
Manak salah merupakan produk adat, bukan keputusan agama.
Adat-istiadat ada tiga jenis.
Pertama, adat-istiadat bersumber dari Weda.
Baca Juga: 2 Bahan Alami Ini Mampu Bersihkan Wajah tanpa Facial Wash, Kulit Dijamin Kinclong dan Kencang!
Kedua, tradisi yang sudah ada secara turun temurun, namun ketika ajaran Hindu masuk, tradisi diperkuat oleh dogma agama.
Seperti potong gigi.
Ketiga, adat-istiadat itu dibuat oleh kelompok tertentu atas kepentingan pribadi dan golongan.
Budaya manak salah merupakan produk dari golongan ketiga.
Di mana bayi kembar buncing yang dilahirkan di keluarga jaba atau rakyat biasa disebut ngeletehin kawasan di mana keluarga tersebut tinggal.
Sementara bayi kembar buncing yang lahir di keluarga ningrat dinyatakan sebagai pembawa berkah.
Ini sungguh khas dengan sistem kasta Hindu, untuk kasta Brahmana mereka akan selalu mendapat kebaikan dan kemudahan.
Sementara untuk kasta Sudra hidupnya penuh dengan urusan pengasingan dan terbuang.
Bahkan dalam masa kerajaan Sri Ratu Mesola Mesoli anak raja yang dilahir buncing tersebut dinikahkan.
Sebagai langkah untuk memperkuat klaim tersebut, dibuatkan lah cerita yang dibuat-buat.
Yakni, bayi kembar buncing yang lahir di keluarga raja merupakan reinkarnasi dari raja dan istri setianya yang meninggal secara bersamaan.
Sementara kembar buncing dari keluarga biasa merupakan reinkarnasi dari dua orang sejoli yang dibunuh dengan cara ditenggelamkan di laut karena melakukan hubungan gelap.
Karena itu saat ada orang yang melahirkannya kembali, bayi dan orangtuanya harus dihukum dengan cara diasingkan di kuburan atau tinggal di kuburan selama berbulan-bulan karena diangap ngeletihan gumi.
Padahal siapa yang bisa buktikan secara ilmiah?
Itu hanyalah sebuah opini saja.
Secara logika, ini hanyalah sebuah konsep memada-mada.
Di mana orang biasa tidak boleh menyamai orang atas.
Maka mari kita beragama secara cerdas.
Kita harus memikirkan secara matang ketika kita membuat aturan dalam aspek agama.
Jangan sampai agama Hindu ditertawakan.
Kalau terus seperti ini maka jangan salahkan anak muda kita meninggalkan agama kita karena tidak rasional.
Sebaiknya jangan pernah membuat sebuah keputusan adat berdasarkan kepentingan kelompok tertentu.
Apalagi bagi umat Hindu yang membuat adat-istiadat berdasarkan pendapat orang kerauhan.
Jadikanlah weda sebagai dasar membuat keputusan.
Sebab dalam weda semuanya sudah diatur demi kebaikan semua umat.
(*)
(I Wayan Eri Gunarta)
Artikel ini telah tayang di tribun-bali.com dengan judul "Lahirkan Anak Kembar Buncing, Benarkah Harus Diasingkan?"