Imbas Covid-19 Pemerintah Harus Pangkas Anggaran Militer, Posisi Indonesia di Laut China Selatan Terus Diancam Kapal Tiongkok

Sabtu, 23 Mei 2020 | 18:15
inquisitr

Pangkalan laut China selatan

GridHype.ID - Salah satu imbas dari pandemiCovid-19 juga membuat Menteri Pertahanan Indonesia, Prabowo Subianto harus memangkas anggarannya.

Indonesia bahkan memangkas anggaran pertahanan tahun 2020 lebih kurang sebanyak U$ 588 juta.

Kementerian Pertahanan yang berada di bawah Komando Prabowo Subianto semula memiliki anggaran Rp131,182 triliun, namun karena adanya wabah corona, anggaran tersebut disunat menjadi Rp 122,447 triliun (berkurang Rp 8,734 triliun).

Thailand juga telah mengurangi alokasi pertahanannya sebesar US$ 555 juta.

Baca Juga: Diminta Pilih Betrand Peto Atau Thalia Onsu, Ruben Onsu Berikan Jawaban Tak Terduga

Malaysia, Vietnam, dan Filipina semuanya menghadapi tekanan serupa.

Melansir The Interpreter, semua negara ini adalah kekuatan maritim utama di kawasan ini.

Lebih sedikit pengeluaran pertahanan berarti akan lebih sedikit patroli di laut.

Filipina telah memutuskan untuk membatalkan latihan tahunan Baltikatan 2020, yang akan melibatkan latihan dengan angkatan laut AS dan Australia.

Namun pemangkasan anggaran ini terjadi pada saat ancaman keamanan maritim tumbuh di wilayah tersebut.

Baca Juga: Takut Berat Badan Naik Usai Lebaran? Mending Makan Pepaya Selama 5 Hari, Bisa Hancurkan Lemak Seketika

Jika ada, pandemi telah membuat bahaya keamanan di kawasan semakin menjadi-jadi.

Dalam beberapa bulan terakhir di tengah wabah virus corona, pasukan angkatan laut China dilaporkan telah melakukan manuver intens di Laut China Selatan, tempat terjadinya beberapa klaim teritorial yang tumpang tindih dan sengketa.

Haiyang Dizhi 8, kapal penelitian pemerintah China, melakukan survei di dekat Capella Barat Malaysia yang dioperasikan Petronas.

Hal ini menciptakan ketegangan dengan pemerintah Malaysia.

Dalam insiden lain, kapal penangkap ikan Vietnam ditenggelamkan oleh kapal pengawas maritim Tiongkok di perairan yang disengketakan.

Baca Juga: Jarang Diketahui, Padahal 5 Fitur WhatsApp ini Sangat Berguna lho!

China juga telah berupaya untuk menghasut unit-unit administratif baru di Laut China Selatan, tampaknya mengambil keuntungan dari posisi lemahnya negara-negara penuntut lainnya dalam upaya untuk memperkuat klaim "nine dash line"-nya sendiri.

Meskipun Indonesia dan China belum memiliki sengketa maritim baru-baru ini, Indonesia sempat mengalami persinggungan tajam dengan China pada bulan Desember dan Januari atas patroli di Laut Natuna Utara, sebelum skala wabah koronavirus menjadi jelas.

Penjaga Pantai China telah mengawal kapal-kapal Tiongkok sambil menangkap ikan secara ilegal di dalam zona ekonomi eksklusif Indonesia.

Pemerintah Indonesia menanggapi aksi itu dengan protes diplomatik ke Beijing.

Baca Juga: Jadi Minuman Favorit Saat Buka Puasa, Siapa Sangka Bisa Bikin Kamu Diare!

Selanjutnya dalam sinyal keseriusan Indonesia, Presiden Joko Widodo secara pribadi memimpin pertemuan dengan angkatan laut dan penjaga pantai di Laut Natuna Utara, memerintahkan patroli yang lebih intens.

Tak satu pun dari masalah ini diselesaikan antara Jakarta dan Beijing.

China masih menganggap Laut Natuna Utara sebagai bagian dari sembilan garis putus-putusnya, sementara Indonesia memiliki kebijakan tegas untuk tidak mengakui klaim semacam itu.

Jadi, sementara patroli maritim tetap diperlukan bagi Indonesia untuk memastikan China tidak melanggar batas perairannya, memotong anggaran pertahanan akan menimbulkan tantangan bagi pengawasan tersebut.

Tetapi bukan hanya perselisihan dengan China yang tetap menjadi risiko di perairan Asia Tenggara yang ditransisi dengan berat ini.

Baca Juga: Diduga Kuat UFO, Dokumen Militer Amerika Serikat Laporkan jika Pesawat Tempur Mereka Pernah Berpapasan dengan Obyek Terbang Misterius

Pembajakan adalah ancaman abadi lainnya yang mungkin meningkat ketika ekonomi kawasan memburuk, memberi tekanan pada perusahaan bisnis yang sah dan menciptakan insentif untuk kegiatan terlarang.

Perairan di dan sekitar Indonesia telah lama dianggap sebagai salah satu zona paling berbahaya untuk pembajakan.

Lebih dari 60% dari semua insiden pembajakan laut antara tahun 1993 dan 2015 terjadi di Asia Tenggara, dengan lebih dari 20% dari insiden tersebut terjadi di Indonesia saja.

The Intrepeter menuliskan, hasil penelitian pasca krisis keuangan Asia pada akhir 1990-an menemukan peningkatan sepuluh kali lipat dalam jumlah kasus pembajakan di perairan Indonesia dibandingkan dengan dekade sebelumnya, dengan 115 kasus dilaporkan pada tahun 2001 dibandingkan dengan hanya 10 pada tahun 1993.

Baca Juga: Layaknya Unit Pasukan Militer, 20 Wanita yang Diyakini Budak Nafsu Raja Thailand Memiliki Pangkat Tersendiri

Demikian pula, dalam dua tahun setelah krisis keuangan global 2008, Perjanjian Kerjasama Regional untuk Memerangi Pembajakan dan Perampokan Bersenjata (ReCAAP) melaporkan kenaikan 25% dalam tingkat pembajakan di Asia Tenggara.

"Indonesia memang tidak boleh meremehkan pentingnya upaya untuk menanggapi ancaman Covid-19 atau tantangan dalam mengatasi kejatuhan ekonomi.

"Akan tetapi, prioritas untuk pengeluaran harus dipertimbangkan dengan hati-hati, agar tidak mengurangi di bidang-bidang penting seperti pertahanan, karena hal ini bisa memperburuk keadaan," tulis The Intrepeter.

Artikel ini telah tayang di Sosok.ID dengan judul Anggaran Militer Kadung Disunat Prabowo, Langkah Picik Tiongkok atas Laut China Selatan Ancam Posisi Indonesia di Natuna Utara

(*)

Tag

Editor : Nailul Iffah

Sumber Sosok.id