Kini AS Jadi Negara Kasus Corona Terbanyak, Ahli Langsung Bongkar Kesalahan Donald Trump

Sabtu, 28 Maret 2020 | 09:00
Express.co.uk

Donald Trump

GridHype.ID - Hanya dalam waktu sekejap nasib buruk dialami warga Amerika Serikat akibat pandemi Corona.

Bagaimana tidak, kenaikan pasien di AS meningkat drastis hingga menjadikannya negara dengan jumlah kasus terbanyak di dunia.

Bahkan angkanya melebihi China sebagai episenter awal, Italia, juga Korea Selatan yang menjadi hotspot virus corona.

Baca Juga: Kenali Sifat dan Karaktermu Berdasarkan Bulan Lahir, Benarkah Januari Orang yang Cerewet?

Pada Jumat (27/03/2020), data dari Worldometer menyebutkan jumlah kasus di AS adalah sebanyak 85.377.

Angka ini jauh melampaui China dengan jumlah 81.340 kasus, juga Italia dengan jumlah 80.589 kasus.

Lebih dari 1.296 warga AS meninggal dunia karena Covid-19.

Mengapa hal itu bisa terjadi?

Baca Juga: Bukan Dieng, Inilah Kota Paling Dingin di Indonesia, Suhu Siang Harinya Cuma 15 Derajat Celcius

Jeffrey Sachs, profesor sekaligus direktur dari Center of Sustainable Development di Columbia University mengatakan bahwa terdapat perbedaan mendasar antara China dan AS dalam penanganan kasus corona.

“China telah memutuskan rantai virus dengan adanya lockdown yang berawal di Wuhan pada 23 Januari, dan sekarang hanya bertambah beberapa lusin kasus setiap harinya,” tutur Sachs seperti dikutip dari artikel opininya di CNN pada Jumat (27/3/2020).

Sementara itu Amerika Serikat, lanjut ia, tidak memutuskan rantai penyebaran.

“Trump sangat terlambat menangani hal ini."

Baca Juga: Pria Ini Nekat Robohkan Rumahnya dengan Buldoser Saat Tahu Istrinya Selingkuh Sampai Hamil

"Bahkan dengan analisis dari para ilmuwan, AS mungkin akan menghadapi 81.000 kematian pada Juli mendatang,” tambah ia.

Analisis tersebut dilakukan oleh Institute of Health Metrics and Evaluation di University of Washington di Seattle.

“Trump punya tanggungjawab langsung terhadap ketidaksiapan Amerika dan kegagalannya menghadapi pandemi. "

"Begitu virus corona masuk, Trump mengindahkannya,” tambah ia.

Baca Juga: Sempat Hebohkan Publik dengan Nikahi Sang Pacar yang telah Hamil 6 Bulan, Putra Tiri Titi DJ Umumkan Kabar Gembira

Pengujian yang terlambat

Angela Rasmussen, ahli virologi dari Columbia University di New York menyebutkan bahwa tingginya angka kasus Covid-19 sebenarnya bisa dicegah jika pengujian dilakukan lebih awal dan pengawasan dilakukan lebih ketat.

“Jika kasus yang ditemukan sekarang saja sebanyak ini, berapa banyak yang belum ketahuan?” tutur Rassmussen seperti dikutip dari New York Times.

Ia mencontohkan saat wabah dimulai di China, negara tersebut bertindak cepat dengan melakukan lockdown bahkan membangun rumah sakit khusus Covid-19 dalam hitungan hari.

Baca Juga: Jangan Lagi Tidur dengan Rambut yang Masih Basah, Jika Tak Ingin Alami Kelumpuhan Saraf Pada Wajah Seperti Wanita ini

“Singapura, Taiwan, Korea Selatan, dan Jepang juga langsung bertindak untuk mengantisipasi hal terburuk,” tutur ia.

Namun, sejak ditemukannya kasus positif Covid-19, Amerika Serikat tetap berkutat pada bisnis seperti hari-hari biasanya.

“Beberapa agenda bahkan dilakukan juga, Oscars misalnya,” tambahnya.

Usai virus corona mewabah ke berbagai penjuru dunia, bahkan Amerika Serikat dinilai tidak siap dalam hal sistem medis dan Fasilitas Layanan Kesehatan (Fasyankes).

Baca Juga: Belakangan Dikabarkan Dekat, Paranormal Kejawen Mbak You Coba Terawang Masa Depan Ariel Noah dan Bunga Citra Lestari: Saling Disukai Tapi Belum Tentu Jodoh

Padahal, AS memiliki The Centers for Disease Control and Prevention (CDC) yang menjadi insititusi medis terbaik dunia.

Para dokter CDC telah memiliki andil dalam mewabahnya Ebola, Zika, dan beberapa penyakit lainnya.

“Namun CDC tampak diam."

"Direkturnya, Dr Robert Redfield, bahkan hampir tak terlihat,” tutur Rasmussen.

Baca Juga: Rutin Minum Air Rebusan Daun Salam Bisa Obati Batuk dan Hancurkan Lemak di Tubuh

Kegagalan lainnya

Dr Anthony Fauci, juru bicara Gedung Putih untuk kasus Covid-19, menyebutkan dengan jelas bahwa pengujian kasus corona di AS menunjukkan failure atau kegagalan.

Melansir The Guardian, kegagalan tersebut disebabkan oleh beberapa hal.

Pertama adalah kesalahan CDC dalam menyusun urutan pengujian, berujung pada penafsiran material yang salah.

Baca Juga: Jadi Pelajaran! Wanita ini Kehilangan 10 Tahun Ingatannya Akibat Ngeden Terlalu Kuat Saat Buang Air Besar, ini Kata Dokter yang Menanganinya

Hal yang terjadi selanjutnya adalah bottleneck, dengan seluruh negara bagian harus mengirimkan sampel ke kantor pusat CDC di Atlanta.

Banyaknya sampel ini membuat hasil tes keluar lebih lama.

Pemerintah pusat juga memiliki kontrol besar. Pemerintah AS tidak mengizinkan laboratorium swasta untuk melakukan pengujian.

Kriteria untuk pengujian dibuat sangat sulit.

Saat ini, sekitar 160 juta warga Amerika mulai dari California hingga New York dihimbau untuk tinggal di rumah.

Baca Juga: Terdengar Sepele! Ternyata Daun Salam Miliki 6 Manfaat untuk Kecantikan dan Kesehatan Tubuh

Sekolah, restoran, dan bar ditutup.

“Kami adalah episenter global baru penyakit ini,” tutur Dr Sara Keller, Spesialis Penyakit Menular di Johns Hopkins Medicine.

Saat ini, yang bisa dilakukan orang Amerika adalah tetap di rumah selama mungkin.

“Sementara itu pemerintah harus memproduksi lebih banyak APD, alat pengujian, dan ventilator untuk rumah sakit,” tambahnya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mengapa AS Memiliki Kasus Covid-19 Terbanyak, Melebihi China?"

Editor : Linda Fitria

Sumber : Kompas.com

Baca Lainnya