GridHype.ID - Publik digemparkan dengan berita anak usia 15 tahun yang tega membunuh anak tetangganya sendiri yang masih berumur 6 tahun.
Tersangkamerupakan siswi SMP di Sawah Besar, Jakarta Pusat.
Pelaku juga mengaku terinspirasi dari film untuk melakukan pembunuhan tersebut.
Film atau tayangan video dari berbagai sumber dapat mempresentasikan kepada anak-anak maupun orang dewasa suatu gambar dunia yang penuh harapan.
Begitu juga sebaliknya, film dan tayangan video bisa juga mengemukakan suatu gambar dunia yang penuh dengan kekhawatiran, ketakutan, hingga impian tanpa batas.
Film atau tayangan yang menunjukkan tindakan kekerasan yang ditonton anak-anak bahkan dapat meninggalkan suatu impresi gambaran dunia dan masyarakat yang membahayakan serta penuh kecurigaan.
Oleh mereka, orang lain akhirnya selalu dianggap sebagai seseorang yang harus diwaspadai.
Anak-anak kemudian memulai hidup dengan keyakinan bahwa orang lain tak pantas dipercaya.
Munculkan perilaku agresif
Dalam buku Bungai Rampai Psikologi Perkembangan Dari Anak Sampai Usia Lanjut (2004) yang disunting oleh Prof. Dr. Singgih D. Gunarsa, dijelaskan bahwa dampak tayangan kekerasan terhadap anak-anak masih banyak diperdebatkan.
Ada banyak orang yang tidak yakin bahwa film atau tayangan kekerasan dapat menimbulkan perilaku agresif pada anak-anak yang menyaksikannya.
Mereka mungkin akan mengatakan belum ada cukup bukti yang mendukung pendapat itu.
Tetapi para ahli yang telah meneliti hal tersebut, menegaskan bahwa ada pengaruh tayangan kekerasan pada perilaku agresif anak-anak.
Dampak negatif itu sudah dipertegas oleh American Psychological Association (APA) dalam laporan mereka berjudul Big World, Small Screen: The Role of Television in American Society pada tahun 1992.
Di mana, APA menegaskan bahwa tayangan kekerasan berdampak besar pada perilaku agresif anak-anak.
Dari hasil penelitian lain, dijelaskan bahwa tayangan kekerasan akan memproduksi suasana hati yang tidak enak (bad mood) dalam diri pemirsanya dan membuat mereka berada dalam keadaan mudah marah.
Dalam tulisan karya Fidelis E. Waruwu, S.Hum, B.Sc.Ed., M.Sc.Ed tersebut, dijelaskan pula suasana hati seperti yang ditayangkan oleh berbagai media dapat mengaktifkan tone suasana hati yang sama di memori pemirsanya.
Dengan kata lain, penayangan tindak kekerasan yang teratur dan berjangkan panjang akhirnya dapat berdampak negatif pada suasana hati para pemirsanya, terlebih anak-anak yang belum sepenuhnya mampu membedakan adegan-adegan khayalan dengan kenyataan.
Tayangan kekerasan tertanam di memori anak
Mengutip pandangan L. Berkowitz (1984), “ide-ide agesif seperti ditawarkan dalam tayangan-tayangan televisi dapat tertanam dalam memori pemirsanya”.
Ide agresif itu akan aktif pada suatu periode ketika mereka berada dalam ekadaan marah atau agresif.
Ide-ide agresif tersebut juga akan tetap aktif memengaruhi pola berpikir dan persepsi anak-anak dalam menilai dunia dan lingkungannya.
Sebagai contoh, anak-anak yang tergolong menonton tayangan kekerasan kelas berat, akan cenderung percaya bahwa lingkungan tidak aman dan kejahatan adalah masalah pribadi yang serius.
Mereka kemudian membeli gembok baru, memelihara anjing galak, dan bahkan membeli senjata api untuk melindungi diri.
Kondisi itu adalah suatu dampak yang jelas terhadap penanaman ide-ide agresif melalui tayangan kekerasan.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Ini Alasan Film Kekerasan Berbahaya Jika Ditonton Anak-anak.
(*)