GridHype.ID - Kemerdekaan bangsa Indonesia tak lepas darijasa para pahlawan.
Pahlawan bergerak tidak hanya mengangkat bedil, tetapi juga berjuang dengan peran yang mereka miliki.
Sebut saja Ruhana Kuddus yang namanya tidak banyak dikenal publik.
Perempuan asalTanah Minang itu diketahui sebagai wartawati perempuan pertama yang dimiliki Indonesia.
Baca Juga: Fantastis! Barang Seserahan Caesar Hito Untuk Felicya Angelista Capai Ratusan Miliar
Pada 8 November 2019 lalu, Presiden Joko Widodo menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada Ruhana Kuddus, berdasarkan keputusan Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.
Perempuan kelahiran Kabupaten Agam pada 20 Desember 1884 itu pada 1912 ini mendirikan surat kabar pertama khusus perempuan di Sumatera Barat, yaitu Soenting Melajoe.
Pendirian surat kabar tersebut tidak terlepas dari maraknya kabar kesewenang-wenangan terhadap kaum perempuan yang marak terjadi pada masa itu.
Baca Juga: Pengacara Hotman Paris Hutapea Akui Pernah Pacaran dengan Pendangdut Inisial BN
Bahkan, hampir setiap surat kabar yang dibaca Ruhana Kuddus, tidak pernah absen memberitakan kabar tersebut.
Dilansir dari dokumentasi Harian Kompas, Ruhana kemudian mencari cara untuk menyarakan suara kaum perempuan.
Sejumlah pemimpin surat kabar pun ia ajak berkoresponden, salah satunya Soetan Maharadja, yang merupakan pemimpin redaksi Utusan Melayu.
Dalam suratnya, Ruhana Kuddus mengungkapkan keinginannya memperjuangkan nasib perempuan, sehingga membuat Soetan bersimpati.
Keduanya lalu bertemu dan sepakat mendirikan surat kabar khusus perempuan pertama di Sumatera Barat, yaitu Soenting Melajoe yang bermakna "Perempuan Melayu", pada 1912.
Ruhana Kuddus yang masih berkerabat dengan Sjahrir, tokoh pergerakan Indonesia, kemudian jadi pemimpin redaksi.
Sejarawan Universitas Andalas Padang Gusti Asnan mengungkapkan, kehadiran surat kabar tersebut rupanya cukup ampuh dalam menginspirasi surat kabar perempuan lainnya untuk tumbuh.
"Delapan tahun setelah kelahirannya, terbit pula surat kabar Soeara Perempoean, empat tahun setelah itu lahir pula surat kabar Asjraq," kata Gusti saat dihubungi Kompas.com, pada 7 November lalu.
Di samping terlibat dalam penerbitan Soenting Melajoe, Ruhana Kuddus juga terlibat dalam penerbitan beberapa surat kabar yang lain, antara lain surat kabar Perempoean Bergerak di Medan bersama Siti Satiaman dan Parada Harahap serta surat kabar Radio di Padang.
Tidak itu saja, beberapa tulisannya juga diterbitkan dalam beberapa surat kabar yang lain, baik di Sumatera atau di Pulau Jawa, di antaranya dalam Poeteri Hindia.
"Dari pengungkapan tersebut, sekali lagi, tidaklah berlebihan rasanya mengatakan bahwa Ruhana Kuddus adalah serorang tokoh perintis penertiban surat kabar perempuan dan wartawati perempuan pertama yang memiliki andil besar bagi perkembangan dunia pers Indonesia," kata Gusti.
Pada 1908, Ruhana Kuddus menikah dengan seorang aktivis pergerakan yang juga notaris dan penulis, Abdoel Koeddoes.
Pernikahan tidak membuatnya berhenti bergerak, malah sebaliknya, dia semakin aktif berjuang.
Bersama sang suami, Ruhana semakin bersemangat untuk mendidik, terutama para perempuan di Kota Gadang.
Baca Juga: Rumah Sakit Corona di Wuhan Rupanya Dibangun Oleh Arsitek Indonesia
Selain di dunia jurnalistik, Ruhana Kuddus juga dikenal cukup aktif di sektor pendidikan.
Pada tahun yang sama dengan berdirinya Soenting Melajoe, ia mendirikan sekolah Kerajinan Amai Setia (KAS) pada tanggal 11 Februari 1911.
Sekolah tersebut ditujukan untuk anak-anak perempuan dan akan dididik dengan sejumlah pengajaran berupa kerajinan tangan, tulis baca huruf arab dan latin, pendidikan rohani dan keterampilan rumah tangga.
Ruhana Kuddus diketahui meninggal dunia pada usia 87 tahun pada 17 Agustus 1972.