Laporan Wartawan GridHype.ID, Ruhil I. Yumna
GridHype.ID- Dewasa ini nampaknya tak mungkin seseorang bisa hidup tanpa listrik.
Apalagi bagi orang yang tinggal di Ibukota negara, Jakarta.
Masih ingat pemadaman listrik yang sempat terjadi di Jakarta beberapa waktu lalu?
Keluhan warga ibukota di media sosial seolah menjadi bukti bahwa listrik menjadi salah satu hal yang krusial disana.
Listrik menjadi penting karena segala sesuatu menjadikan listrik sebagai sumber dayanya.
Namun cerita berbeda dituturkan oleh Kudus.
Iya adalah salah satu contoh dari segelintir warga ibukota yang hidup tanpa listrik.
Bahkan pria berusia 55 tahun itu hidup tanpa listrik selama 10 tahun terakhir.
Rumah Kudus berada di Jalan Kalianyar X RT002/RW006, Kalianyar, Taman Sari, Jakarta Barat.
Aliran listrik di rumahnya diputus oleh PT PLN Persero, karena ia tidak mampu membayar biaya listrik.
"Ya sudah lama, ini sekitar 10 tahun lalu rumah saya tidak dialiri listrik, karena memang tidak mempunyai uang dan sudah diputus," ujar Kudus saat ditemui di rumanhnya seperti yang dikutip dari Kompas.com.
Saat Kompas menelusuri ke rumahnya pada Sabtu Sore (2/11/2019) kondisi rumahnya sudah gelap.
Pencahayaan di rumah itu hanya berasal dari pintu dan jendela.
Suasana makin gelap karena cuaca kala itu mendung sehingga langitpun ikut kelam.
Di dalam kamar rumah itu tak ada lampu bahkan saklar listrik.
Keadaan rumahpun tampak memprihatinkan.
Di sudut-sudut tembok rumahnya yang bercat kuning ditumbuhi lumut.
Baca Juga: Sering Dianggap Aib bagi Banyak Orang, Tidur Ngiler Malah Pertanda Baik Loh bagi Tubuh!
Ruangan kamar itu sendiri berukuran sekitar 5x3 Meter.
Perabotannyapun seadanya, yakni 2 lemari pakaian yang usang, dan satu kasur yang sudah robek.
Sebagian langit-langit rumah itu juga tampak bolong.
Beberapa bagian tanpa triplek, sehingga berhadapan langsung dengan genteng.
Belum lagi bau pesing yang muncul-tenggelam menguar di ruangan itu.
"Kalau Bapak di sini datang saat hujan, ya di sudut ada air-air rembesan. Biasa juga kalau deres sih genang air pak," kata Kudus.
Perbincangan mengenai kehidupan Kudus tanpa listrik diceritakannya sembari melahap sebungkus nasi berisi telur ceplok dan orek tempe.
"Mari Mas, makan dulu, seadanya nih nasi sama ini saja" kata Kudus.
"Ini siang sampai sore ya ada cahaya sedikit. Tapi kalau malam gelap, ya sudah terbiasa saya Mas. Warga di sini juga sudah tahu 'di situ ada Bang Kudus' biasa begitu. Jadi ya sudah biasa," tambah Kudus membuka cerita.
Ia lalu menceritakan awal mula bagaimana listrik di rumahnya bisa diputus.
Hal itu terjadi saat dirinya sudah tidak bekerja sebagai cleaning service sekitar tahun 2000-2001.
"Pak, saya itu tamatan kelas 5 SD, ya alhamdulilah saya bisa baca dan tulis. Sempat kerja jadi OB. Nah, mungkin karena kantornya butuh pegawai yang punya ijazah, ya sudah, saya keluar. Saya pernah lah kerja dan tahu kerja sama orang Pak," ucap dia.
Kudus makin tak tahu apa yang harus dilakukan.
Penghasilannya makin tak menentu, bahkan ia tak mmapu mmebayar listrik.
"Adik saya jaga toko lah ya gitu, enggak ada pemasukan, akhirnya diputus. Ya sudah biasa, makanya gelap-gelapan seperti ini," ucap Kudus.
Meski berkekurangan, Kudus tak ingin mengemis.
"Saya enggak ngemis Pak, paling ya ngamen kalau ada bantuan ya saya terima. Pokoknya tidak mengemis," ucap Kudus.
Iapun akhirnya mengumpulkan botol plastik untuk ditukar dan mendapat upah.
Terdapat juga puluhan botol plastik yang berada di depan rumah Kudus. Botol itu dikumpulkan untuk ditukar dan mendapat bayaran.
Sebagian botol-botol yang dikumpulkan merupakan pemberian sukarela dari warga setempat.
"Biasa dapat Rp 5.000 sampai Rp 10.000 dari kumpulin botol ini, diberikan ke pengepul. Atau pemulung datang kasih uang ke saya, ya cukup buat makan," tutur Kudus.
Uang dari upah botol plastik tersebut ia gunakan untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
Kuduspun bercerita untuk urusan MCK ia harus pergi ke WC umum atau MCK umum.
"Kalau ke WC ya WC umum bayar Rp 2.000, itu sekalian semuanya. Kadang juga enggak bayar orang juga sudah paham Pak," pungkas Kudus.
(*)