Aris, Pedofilia Asal Mojokerto Jadi Orang Pertama yang Dijatuhi Hukuman Kebiri di Indonesia Usai Cabuli 9 Anak

Minggu, 25 Agustus 2019 | 10:45
Kolase GridHype.ID

Aris, Pedofilia Asal Mojokerto Jadi Orang Pertama yang Dijatuhi Hukuman Kebiri di Indonesia Usai Cabuli 9 Anak

GridHype.ID- Pelaku pemerkosaan terhadap Sembilan anak yakni Muh Aris (21) akhirnya dijatuhi hukuman kebiri kimia.

Pemuda asal Dusun Mengelo, Desa Sooko, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur tersebut harus menerima hukuman kebiri kimia atas perlakuan bejatnya terhadap Sembilan anak di bawah umur.

Tak hanya cukup dikebiri, terpidana kasus pelecehan dan kekerasan anak itu juga harus menjalani hukuman kurungan selama 12 tahun.

Baca Juga: Dibuat dengan Teknologi Baru, Ekspresi Roger Danuarta Jadi Sorotan Saat Ditanya Harga Jas Pernikahannya

Masih ada lagi, ia juga dikenakan denda Rp 100 Juta, subsider enam bulan kurungan.

Dilansir dari Tribunkaltim.com, vonis kebiri yang dijatuhkan kepada Aris setelah ada banding yang diajukan oleh pelapor.

Purusan banding tersebut sudah terbit dan menguatkan vonis sebelumnya yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap sejak tanggal (8/8/19) lalu.

”Putusan bandingnya sudah terbit, menguatkan vonis kami. Kasusnya sudah memunyai kekuatan hukum tetap sejak tanggal 8 Agustus,” kata Kepala Kejari Mojokerto Rudy Hartono, dikutip dari Tribunkaltim.com.

Untuk kapan eksekusi kebiri itu dilaksanakan, Rudy menuturkan akan secepatnya dilakukan.

Namun saat ini Rudy juga menambahkan pihaknya sedang mencari dokter yang akan mengeksekusi kebiri kimia kepada terdakwa.

Baca Juga: Viral Kisah Wanita Rembang yang Meninggal Usai Minta Dipeluk Sang Kekasih

kompas.com
kompas.com

Ilustrasi

Vonis itu dijatuhkan lantaran Aris dinyatakan bersalah atas kasus asusila terhadap sembilan anak-anak.

Dilansir dari Tribunkaltim.com, hukuman kebiri itu dijatuhkan kepadanya karena perilaku terdakwa yang sangat kejam, keji dan tak manusiawi.

Kasi Intel Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto, Nugroho Wisnu mengungkapkan, putusan pidana 12 tahun kurungan dan kebiri kimia terhadap Aris sudah inkrah berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya.

Dalam Putusan PT Surabaya dengan nomor 69/PID.SUS/2019/PT SBY, tertanggal (18/7/19) sebagai bukti vonis yang dijatuhkan kepada terdakwa.

Putusan tersebut menguatkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto sebelumnya.

"Putusannya sudah inkrah. Kami segera melakukan eksekusi," kata Nugroho Wisnu, saat dihubungi Kompas.com, Jumat (23/8/2019).

Baca Juga: Beberapa Tahi Lalat Berikut ini Jadi Tanda Kanker Kulit Mematikan, Simak Penjelasannya!

Muhammad Aris, dalam kehidupan kesehariannya bekerja sebagai tukang las.

Perilaku menyimpang dan kejam ini sudah ia lakukan sejak tahun 2015.

Modusnya adalah dengan mencari korban dengan kriteria anak gadis.

Aksi tersebut ia lakukan selepas jam kerja, atau saat ia pulang dari tempat bekerja.

Perbuatannya selalu dilakukan ditempat sepi dan akhirnya hal tersebut bisa ketahuan.

Pada Kamis (25/10/18), aksi bejatnya terekam kamera CCTV, perbuatan kejam itu ia lakukan di daerah Prajurit Kulon Kota Mojokerto.

Aksi itu menjadi petualangan terakhir Aris si pedofil tersebut, dan akhirnya ia di ciduk polisi 26 Oktober 2018.

Baca Juga: Ngeri! Dokter Temukan Seekor Laba-Laba Bersarang Hingga Buat 'Rumah' dalam Telinga Pasiennya

Tanggapan Psikolog

Tribunnews
Tribunnews

Pakar psikolog Reza Indra Giri Amel

Pakar psikologi forensik Reza Indragiri menanggapi keputusan pengadilan Jawa Timur yang memberi hukuman kebiri kimia kepada pelaku pemerkosa 9 anak

"Akhirnya, ada juga pengadilan negeri yang memuat kebiri kimiawi dalam putusannya bagi terdakwa predator seksual. Majelis Hakim di PN Mojokerto," ujarnya, Sabtu (24/8/2019).

Tapi, menurut Reza, bisa dipastikan, putusan semacam itu tdk bisa dieksekusi. Ia mengungkap beberapa alasannya.

"Pertama, Ikatan Dokter Indonesia menolak menjadi pelaksana karena di Indonesia filosofi kebiri adalah retributif. Padahal, di luar, filosofinya adalah rehabilitasi. Dokter, kata IDI, bertugas menyembuhkan, bukan balas dendam," katanya.

Alasan kedua, sambung Reza, di sini, kebiri dijatuhkan dengan menihilkan kehendak pelaku. Alhasil, bisa-bisa pelaku menjadi semakin buas.

"Kemudian di luar, kebiri adalah berdasarkan permintaan pelaku. Pantaslah kalau di sana kebiri kimiawi mujarab. Di sini blm ada ketentuan teknis kastrasi kimiawi. Akibatnya, UU 17/2016 melongo bak macan kertas." (*)

Editor : Ngesti Sekar Dewi

Sumber : Kompas.com, tribunnews, tribunkaltim.com

Baca Lainnya